Selasa, 03 Mei 2016

ETIKA FOTO JURNALISTIK

A.    ETIKA FOTO JURNALISTIK
Para wartawan atau jurnalis foto dalam melaksanakan kerja profesinya sebagai wartawan telah terikat dengan suatu kode etik jurnalistik (kewartawanan) yang tidak hanya harus dipahami, tetapi juga harus dipatuhi. Dengan kata lain, setiap wartawan foto dalam kerja profesinya senantiasa harus berpegangan dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang ada di dalam kode etik tersebut.
Misalnya, wartawan atau jurnalis foto yang tergabung di dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), maka ia harus tunduk dengan Kode Etik Jurnalistik PWI, disamping tentunya tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI) yang diberlakukan kepada segenap insan wartawan atau jurnalis di Indonesia.
Selain tergabung di dalam wadah organisasi wartawan seperti PWI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) atau organisasi wartawan lainnya, wartawan atau jurnalis foto di Indonesia kini juga sudah memiliki organisasi sendiri yang diberi nama Pewarta Foto Indonesia (PFI).

Kode Etik Pewarta Indonesia
Tegaknya kebebasan pers, masyarakat foto jurnalistik yang profesional, mandiri dan independen, serta terpenuhinya hak masyarakat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi visual yang interaktif dan benar, disertai kenyataan adanya pluralisme dalam masyarakat yang kritis, maka Pewarta Foto Indonesia senantiasa aktif untuk mengambil peran pemberitaan visual sebagai tanggung jawab sosial dan berfungsi menyuarakan kebenaran visual yang punya integritas dan bisa dipercaya. Atas dasar itu Pewarta Foto Indonesia menetapkan kode etik sebagai berikut:
1.      Pewarta foto menjunjung tinggi hak masyarakat untuk memperoleh informasi visual dalam karya foto jurnalistik yang jujur dan bertanggung jawab.
2.       Pewarta foto dalam menjalankan tugasnya harus mendahulukan kepentingan umum untuk mendapatkan informasi visual.
3.      Pewarta foto adalah insan profesional yang mandiri dan independen.
4.      Pewarta foto tidak memanfaatkan profesinya di luar kepentingan jurnalistik.
5.      Pewarta foto menghargai hak cipta setiap karya foto jurnalistik dengan mencantumkan akreditasi yang sesungguhnya.
6.      Pewarta foto menjunjung tinggi kepentingan umum dengan tidak mengabaikan kehidupan pribadi sumber berita.
7.      Pewarta foto menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
8.      Pewarta foto tidak menerima suap dalam segala perwujudannya.
9.      Pewarta foto menempuh cara yang etis untuk memperoleh bahan pemberitaan.
10.  Pewarta foto menghindari visualisasi yang menggambarkan atau mengesankan sikap kebencian, merendahkan, diskriminasi terhadap ras, suku bangsa, agama dan golongan.
11.  Pewarta foto melindungi kehormatan pihak korban kejahatan susila dan pelaku kriminal di bawah umur.
12.  Pewarta foto menghindari fitnah dan pencemaran nama baik dan berita foto yang menyesatkan.
13.  Pewarta foto tidak memanipulasi sehingga mengaburkan fakta.
14.  Hal lain yang berkaitan dengan kasus-kasus tertentu menyangkut kode etik Pewarta Foto Indonesia akan dikonsultasikan dengan Dewan Penasehat dan Komisi Etika.

Jangan Melanggar Hak Pribadi
Persoalan etika di dalam dunia fotografi, hingga hari ini memang selalu menjadi bahan perdebatan dan pergunjingan yang menarik. Di luar negeri misalnya, cara kerja para paparazi (fotografer bebas) yang sering mengabaikan etika dan melanggar hak pribadi orang lain, banyak mendapat protes dan kecaman.
Sekalipun belum ada kode etik yang tertulis secara formal bagi para fotografer, kecuali fotografer yang bekerja di dalam kerja jurnalistik,  tapi setiap fotografer dalam kerjanya dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi atau menghormati norma-norma dan nilai-nilai etika yang ada di masyarakat. Hal utama yang harus diperhatikan ketika melakukan kerja profesinya adalah menghindari perbuatan-perbuatan yang melanggar hak pribadi orang lain.
Hak pribadi orang lain itu dilindungi oleh hukum. Seseorang yang hak pribadinya merasa telah dilanggar oleh seorang fotografer melalui karya fotonya, berhak memperkarakan fotografer itu secara hukum. Hak pribadi itu misalnya, hak untuk berbuat apapun di dalam rumahnya sendiri, sejauh hak itu tidak bertentangan dengan hukum.
Larangan wartawan dan media pers menyebarluaskan hal-hal yang melanggar kesusilaan dan pornografi itu tidak saja tertera di dalam kode etik jurnalistik, tetapi juga di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.




Etika dalam Foto Jurnalistik
  1.       Etika memotret ruang publik, harus melihat sikon dari negara dan tempat bersangkutan, dibeberapa negara terdapat larangan untuk memotret anak kecil yang berlarian di jalan, contohnya Australia, karena sangat takut jika terjadi eksploitasi anak. Berbeda dengan di Indonesia yang bisa dengan bebas candid anak kecil.
  2.      Ingatlah ketika memotret orang, artinya kita memasuki area privacy orang tersebut, cobalah untuk meminta izin terlebih dahulu dan sampaikan maksud kita dalam mengambil gambar, apakah untuk komersil atau hanya sebagai dokumentasi pribadi.
  3.      Untuk memotret kejadian-kejadian seperti kecelakaan, bencana dan tragedi lainnya, para jurnalis biasanya memiliki akses sendiri (kode etik jurnalistik) yang diatur dalam UU no 40/1999 PERS dan KEJ -banyak pasalnya.
  4 .  Street foto merupakan style foto yang paling memasuki ruang publik, biasakan untuk meminta izin kepada petugas lapangan (polisi) dan sampaikan maksud kita.
  5.    Untuk memotret ruang publik lainnya, etika jurnalistik membolehkan kita memotret rumah seseorang, kantor atau mall jika mereka terlibat dalam sebuah kasus yang layak dan berhak untuk diketahui publik.

Peraturan dalam pengambilan gambar pada lokasi tertentu:
1.      Tempat umum
Ada etika dan aturannya jika kita ingin mengambil foto di tempat umum, seperti di pinggir jalan, kebun binatang, bandar udara, juga di lingkungan kampus ataupun sekolah di mana bila kita mengambil dalam kelas itu.
Dalam kegiatan umum kita juga bisa membuat foto selama tidak mengganggu pekerjaan orang itu seperti polisi yang sedang mengatur lalu lintas dan lain-lain. Adakalanya beberapa orang berusaha menghalangi wartawan kendati kehadian tersebut berlangsung di tempat umum dalam hal ini, pengadilan melindungi kepentingan wartawan.
Bila suatu peristiwa terjadi di tempat umum seperti kecelakaan pesawat udara yang nantinya akan melibatkan polisi ataupun petugas keamaan yang lain dan wartawan dihalangi jika ingin mengabadikan kejadian itu. Kebanyakan wartawan merasa keberatan atas larangan-larangan itu akan tetapi nantinya wartawan itu bisa didakwa dengan alasan menghalangai pekerjaan petugas tadi.Memang polisi punya hak demikian, tepi mengambil gambar dan bertanya merupakan tindakan yang melanggar hukum. National Press Photographers Associates (NPPA) berusaha meningkatkan saling pengertian untuk hal demikian antara polisi maupun petugas pemadam kebakaran sejak tahun 1950.
2.      Gedung pemerintahan umum yang mempunyai aturan khusus
Gedung tertentu walaupun milik umum seperti gedung DPR, MPR, Pemda, dan Rumah sakit dengan pengecualian, juga untuk markas militer dan penjara. Rumah sakit tentunya punya aturan khusus, kita dapat membuat berita bergambar tapi setelah itu haruslah dicek dulu apakah ada orang dalam gambar apakah mereka pasien apakah pasiennya teridentifikasi.
Ruang sidang DPR ataupun sidang MPR sudah pasti milik umum tapi di sana punya aturan khusus, misalnya kamera televisi boleh masuk tapi fotographer tidak diijinkan ikut sidang regular dengan alasan wartawan mungkin dan pasti akan merekam anggota dewan yang menguap, tidur, senang sms dan telepon, baca koran dan bahkan yang tidak hadir sekalipun. Biasanya fotografer diinjinkan pada sesi-sesi tertentu seperti pembukaan sidang.

3.      Ruang pengadilan
Biasanya dalam sidang–sidang tertentu dibuat aturan khusus, apabila sidang tengah diperkarakan peristiwa besar. Misalnya mereka hanya memberikan kesempatan kepada para wartawan foto pada tiga kesempatan kepada para wartawan yakni sebelum sidang dimulai, saat istirahat dan saat persidangan selesai.

Berikut ini akan dijabarkan  Kode Etik Wartawan Indonesia (KEW). Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan/moral/etika profesi yang bias menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalisme wartawan. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan kode etik.
1.      Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperolah informasi yang benar.
2.      Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informsi serta memberikan identitas kepada sumber informasi
3.      Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4.      Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.      Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan  tidak menyalahgunakan profesi.
6.      Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the  record sesuai kesepakatan.
7.      Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
8.   Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini sepenuhnya diserahkan kepada jajaran       pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu

Sumber:Modul Lab Fotografi Universitas Gunadarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar