A. ETIKA FOTO JURNALISTIK
Para wartawan atau jurnalis foto dalam melaksanakan kerja
profesinya sebagai wartawan telah terikat dengan suatu kode etik jurnalistik
(kewartawanan) yang tidak hanya harus dipahami, tetapi juga harus dipatuhi.
Dengan kata lain, setiap wartawan foto dalam kerja profesinya senantiasa harus
berpegangan dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang ada di dalam kode etik
tersebut.
Misalnya, wartawan atau jurnalis foto yang tergabung di
dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), maka ia harus tunduk dengan Kode Etik
Jurnalistik PWI, disamping tentunya tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik
Indonesia (KEJI) yang diberlakukan kepada segenap insan wartawan atau jurnalis
di Indonesia.
Selain tergabung di dalam wadah organisasi wartawan
seperti PWI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) atau organisasi wartawan
lainnya, wartawan atau jurnalis foto di Indonesia kini juga sudah memiliki
organisasi sendiri yang diberi nama Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Kode Etik Pewarta Indonesia
Tegaknya kebebasan pers, masyarakat foto jurnalistik yang
profesional, mandiri dan independen, serta terpenuhinya hak masyarakat untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi visual yang interaktif dan benar,
disertai kenyataan adanya pluralisme dalam masyarakat yang kritis, maka Pewarta
Foto Indonesia senantiasa aktif untuk mengambil peran pemberitaan visual
sebagai tanggung jawab sosial dan berfungsi menyuarakan kebenaran visual yang
punya integritas dan bisa dipercaya. Atas dasar itu Pewarta Foto Indonesia
menetapkan kode etik sebagai berikut:
1.
Pewarta foto menjunjung tinggi hak
masyarakat untuk memperoleh informasi visual dalam karya foto jurnalistik yang
jujur dan bertanggung jawab.
2.
Pewarta foto dalam menjalankan
tugasnya harus mendahulukan kepentingan umum untuk mendapatkan informasi
visual.
3.
Pewarta foto adalah insan
profesional yang mandiri dan independen.
4.
Pewarta foto tidak memanfaatkan profesinya
di luar kepentingan jurnalistik.
5.
Pewarta foto menghargai hak cipta
setiap karya foto jurnalistik dengan mencantumkan akreditasi yang sesungguhnya.
6.
Pewarta foto menjunjung tinggi
kepentingan umum dengan tidak mengabaikan kehidupan pribadi sumber berita.
7.
Pewarta foto menjunjung tinggi asas
praduga tak bersalah.
8.
Pewarta foto tidak menerima suap
dalam segala perwujudannya.
9.
Pewarta foto menempuh cara yang etis
untuk memperoleh bahan pemberitaan.
10. Pewarta foto menghindari
visualisasi yang menggambarkan atau mengesankan sikap kebencian, merendahkan,
diskriminasi terhadap ras, suku bangsa, agama dan golongan.
11. Pewarta foto melindungi
kehormatan pihak korban kejahatan susila dan pelaku kriminal di bawah umur.
12. Pewarta foto menghindari
fitnah dan pencemaran nama baik dan berita foto yang menyesatkan.
13. Pewarta foto tidak
memanipulasi sehingga mengaburkan fakta.
14. Hal lain yang berkaitan
dengan kasus-kasus tertentu menyangkut kode etik Pewarta Foto Indonesia akan
dikonsultasikan dengan Dewan Penasehat dan Komisi Etika.
Jangan Melanggar Hak Pribadi
Persoalan etika di dalam dunia fotografi, hingga hari ini
memang selalu menjadi bahan perdebatan dan pergunjingan yang menarik. Di luar
negeri misalnya, cara kerja para paparazi (fotografer bebas) yang sering
mengabaikan etika dan melanggar hak pribadi orang lain, banyak mendapat protes
dan kecaman.
Sekalipun belum ada kode etik yang tertulis secara formal
bagi para fotografer, kecuali fotografer yang bekerja di dalam kerja
jurnalistik, tapi setiap fotografer dalam kerjanya dituntut untuk
senantiasa menjunjung tinggi atau menghormati norma-norma dan nilai-nilai etika
yang ada di masyarakat. Hal utama yang harus diperhatikan ketika melakukan
kerja profesinya adalah menghindari perbuatan-perbuatan yang melanggar hak
pribadi orang lain.
Hak pribadi orang lain itu dilindungi oleh hukum.
Seseorang yang hak pribadinya merasa telah dilanggar oleh seorang fotografer
melalui karya fotonya, berhak memperkarakan fotografer itu secara hukum. Hak
pribadi itu misalnya, hak untuk berbuat apapun di dalam rumahnya sendiri,
sejauh hak itu tidak bertentangan dengan hukum.
Larangan wartawan dan media pers menyebarluaskan hal-hal
yang melanggar kesusilaan dan pornografi itu tidak saja tertera di dalam kode
etik jurnalistik, tetapi juga di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers.
Etika dalam Foto
Jurnalistik
1.
Etika memotret ruang publik, harus
melihat sikon dari negara dan tempat bersangkutan, dibeberapa negara terdapat
larangan untuk memotret anak kecil yang berlarian di jalan, contohnya
Australia, karena sangat takut jika terjadi eksploitasi anak. Berbeda dengan di
Indonesia yang bisa dengan bebas candid anak kecil.
2.
Ingatlah ketika memotret orang,
artinya kita memasuki area privacy
orang tersebut, cobalah untuk meminta izin terlebih dahulu dan sampaikan maksud
kita dalam mengambil gambar, apakah untuk komersil atau hanya sebagai
dokumentasi pribadi.
3.
Untuk memotret kejadian-kejadian
seperti kecelakaan, bencana dan tragedi lainnya, para jurnalis biasanya memiliki
akses sendiri (kode etik jurnalistik) yang diatur dalam UU no 40/1999 PERS dan
KEJ -banyak pasalnya.
4 . Street foto merupakan style foto yang paling memasuki ruang
publik, biasakan untuk meminta izin kepada petugas lapangan (polisi) dan
sampaikan maksud kita.
5. Untuk memotret ruang publik lainnya,
etika jurnalistik membolehkan kita memotret rumah seseorang, kantor atau mall
jika mereka terlibat dalam sebuah kasus yang layak dan berhak untuk diketahui
publik.
Peraturan dalam pengambilan
gambar pada lokasi tertentu:
1.
Tempat umum
Ada etika dan aturannya jika kita ingin mengambil foto di
tempat umum, seperti di pinggir jalan, kebun binatang, bandar udara, juga di
lingkungan kampus ataupun sekolah di mana bila kita mengambil dalam kelas itu.
Dalam kegiatan umum kita juga bisa membuat foto selama
tidak mengganggu pekerjaan orang itu seperti polisi yang sedang mengatur lalu
lintas dan lain-lain. Adakalanya beberapa orang berusaha menghalangi wartawan
kendati kehadian tersebut berlangsung di tempat umum dalam hal ini, pengadilan
melindungi kepentingan wartawan.
Bila suatu peristiwa terjadi di tempat umum seperti
kecelakaan pesawat udara yang nantinya akan melibatkan polisi ataupun petugas
keamaan yang lain dan wartawan dihalangi jika ingin mengabadikan kejadian itu.
Kebanyakan wartawan merasa keberatan atas larangan-larangan itu akan tetapi
nantinya wartawan itu bisa didakwa dengan alasan menghalangai pekerjaan petugas
tadi.Memang polisi punya hak demikian, tepi mengambil gambar dan bertanya
merupakan tindakan yang melanggar hukum. National Press Photographers
Associates (NPPA) berusaha meningkatkan saling pengertian untuk hal demikian
antara polisi maupun petugas pemadam kebakaran sejak tahun 1950.
2.
Gedung pemerintahan umum yang mempunyai aturan khusus
Gedung tertentu walaupun milik umum seperti gedung DPR,
MPR, Pemda, dan Rumah sakit dengan pengecualian, juga untuk markas militer dan
penjara. Rumah sakit tentunya punya aturan khusus, kita dapat membuat berita
bergambar tapi setelah itu haruslah dicek dulu apakah ada orang dalam gambar
apakah mereka pasien apakah pasiennya teridentifikasi.
Ruang sidang DPR ataupun sidang MPR sudah pasti milik
umum tapi di sana punya aturan khusus, misalnya kamera televisi boleh masuk
tapi fotographer tidak diijinkan ikut sidang regular dengan alasan wartawan
mungkin dan pasti akan merekam anggota dewan yang menguap, tidur, senang sms
dan telepon, baca koran dan bahkan yang tidak hadir sekalipun. Biasanya
fotografer diinjinkan pada sesi-sesi tertentu seperti pembukaan sidang.
3.
Ruang pengadilan
Biasanya dalam sidang–sidang tertentu dibuat aturan
khusus, apabila sidang tengah diperkarakan peristiwa besar. Misalnya mereka
hanya memberikan kesempatan kepada para wartawan foto pada tiga kesempatan
kepada para wartawan yakni sebelum sidang dimulai, saat istirahat dan saat
persidangan selesai.
Berikut ini akan dijabarkan Kode Etik Wartawan
Indonesia (KEW). Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya
hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan/moral/etika profesi yang bias menjadi
pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalisme wartawan.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan kode etik.
1.
Wartawan
Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperolah informasi yang benar.
2.
Wartawan
Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informsi
serta memberikan identitas kepada sumber informasi
3.
Wartawan
Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta
dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak
melakukan plagiat.
4.
Wartawan
Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan
cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.
Wartawan
Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
6.
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
7.
Wartawan
Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta
melayani hak jawab.
8. Pengawasan
dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini sepenuhnya diserahkan
kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk ituSumber:Modul Lab Fotografi Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar