Selasa, 07 Juni 2016

Sejarah Foto Jurnalistik dan Perkembangan Foto Jurnalistik di Indonesia "Penulisan Gunadarma University"

A.    SEJARAH FOTO JURNALISTIK
Foto jurnalistik berakar dari fotografi dokumenter setelah teknik perekaman gambar secara realis ditemukan. Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin 16 April 1877, saat surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan tersebut menjadi tonggak awal hadirnya foto jurnalistik pada media cetak yang saat itu hanya berupa sketsa.
Terbitan The Daily Graphic yang memuat gambar terpaut lebih dari setengah abad sejak Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada 19 Agustus 1839 mengumumkan hasil eksperimen fotografinya. Setelah muncul di koran, fotografi yang kala itu juga menjadi pertentangan apakah sebagai produk seni terus berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat pasca tahun 1884 setelah George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini).

B.Sejarah Foto Jurnalistik Di Indonesia
Di Tanah Air, fotografi ditengarai masuk tahun 1841 oleh Juriaan Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia. Sejarah foto jurnalistik Indonesia diwakili kantor berita Domei, surat kabar Asia Raya, dan agensi foto Indonesia Press Photo Service (IPPHOS). Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama juru foto H. M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal kurun 1904 tentang perang Aceh. Satu foto Neeb memperlihatkan barisan tentara kolonial berdiri di atas benteng bambu dengan mayat-mayat bergeletakan di tanah. Tanpa kehadiran Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan kolonial.
Bulan Agustus di tahun 1945 mencekam. Tentara Heiho bersenjata masih berpatroli di jalanan Jakarta. Subuh di bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua bersaudara Alex dan Frans membawa kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka berangkat karena mendengar informasi adanya peristiwa penting terkait perjuangan.
Akhirnya pada sekira pukul 10.00 proklamasi yang teramat penting itu terekam dalam lembaran film. Tentara Jepang yang mengetahui pendokumentasian proklamasi berhasil merampas kamera Alex Mendur. Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun Frans lebih beruntung dan sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia menanam film-film itu di bawah pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat tentara Jepang menggeledahnya ia mengaku filmnya telah dirampas Barisan Pelopor. Ketika keadaan berangsur aman Alex dan Frans mencuri-curi kesempatan untuk mencetak foto itu di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita proklamasi kemerdekaan itu tersiar di surat kabar esok harinya tapi foto proklamasi baru dimuat pada Februari 1946 di harian Merdeka. Kelak film bersejarah ini hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak.
Perkembangan foto jurnalistik di tanah air semakin konsisten dan berkelanjutan setelah kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) tahun 1992, galeri pertama yang fokus pada foto jurnalistik.
Foto jurnalistik di Indonesia semakin maju karena masyarakat fotografi di tanah air peka terhadap tren foto dunia. Banyak pameran, kompetisi, dan pelatihan-pelatihan foto diadakan. Komunitas-komunitas fotografi juga bermunculan dan tumbuh. Komunitas yang dibangun dengan semangat untuk maju. Foto jurnalistik jadi satu aliran foto yang terus menerus diperbincangkan dan diulas oleh para pegiatnya. Kemajuan foto jurnalistik di tanah air juga ditandai dengan makin seringnya jurnalis-jurnalis foto Indonesia yang menjuarai kontes foto jurnalistik bergengsi tingkat internasional.


 Sumber:Modul Lab Fotografi Universitas Gunadarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar