Selasa, 26 April 2016

JENIS FOTO JURNALISTIK "Penulisan Gunadarma University"

A.    JENIS FOTO JURNALISTIK
Foto jurnalistik dapat dibagi melalui beberapa kategori. Kategori foto jurnalistik tersebut dibuat oleh Badan Foto Jurnalistik Dunia (World Press Photo Foundation) sebagai berikut:
1.      Spot Photo
Fotografi Jurnalistik dalam bentuk “Spot Photo” adalah sebuah atau kumpulan foto yang diambil oleh seorang fotografer terhadap suatu peristiwa dalam keadaan tidak terjadwal, dengan kata lain kejadian yang sifatnya tiba-tiba dan mendadak. Misalnya kejadian kebakaran di sebuah pemukiman, kejadian tawuran warga, mahasiswa atau pelajar, suasana banjir yang datangnya secara mendadak, hingga peristiwa kecelakaan lalu lintas, dll. Spot foto sering menghiasi harian berita nasional seperti koran, dimana foto yang dianggap peristiwa nasional atau kejadian yang luar biasa tersebut terpampang di halaman pertama.
2.      General News Photo
Fotografi jurnalistik dalam bentuk “General News Photo” adalah sebuah atau kumpulan foto yang diambil oleh seorang fotografer terhadap suatu peristiwa dalam keadaan sudah terjadwal atau sudah diketahui sebelumnya, sehingga wartawan yang ingin meliput peristiwa tersebut sudah memiliki persiapan yang cukup. Fotografi jenis tersebut biasanya dilakukan dalam berbagai kegiatan formal di lingkungan pemerintahan atau instansi terkait terhadap suatu penyelenggaraan kegiatan formal, seperti konferensi pers, peresmian suatu gedung, pelantikan pejabat pemerintahan, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut, seringkali ditampilkan dalam pemberitaan sehari-hari yang diberitakan olah harian-harian nasional maupun harian lokal lainnya.
3.      People In The News Photo
Fotografi jurnalistik dalam bentuk “People in the News Photo” merupakan sebuah atau kumpulan foto yang diambil oleh seorang fotografer terhadap suatu peristiwa yang menggambarkan profil seseorang karena kelucuannya, keunikan bentuk tubuhnya, kekuatan tenaganya atau ciri lain yang membuat khalayak merasa heran dan kagum terhadap tokoh tersebut.
Biasanya sosok yang ditampilkan merupakan orang-orang populer atau sudah dikenal oleh masyarakat luas, Namun juga bisa pada orang biasa namun memiliki nilai keunikan yang melekat padanya. Contoh foto jenis tersebut seperti seorang anak kecil yang bernama Ponari dengan batu jimatnya yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit dan diburu oleh banyak orang untuk berobat kepadanya, seorang yang menarik sebuah mobil dengan menggunakan giginya dan mendapat kemenangan dalam suatu kontes yang diadakan oleh salah satu program televisi. Kejadian-kejadian tersebut ditampilkan dalam pemberitaan di masyarakat yang disebarluaskan oleh harian-harian berita nasional

4.      Daily Life Photo
Fotografi jurnalistik dalam bentuk “Daily Life Photo” merupakan sebuah atau kumpulan foto yang dibuat oleh seorang fotografer terhadap suatu peristiwa kehidupan sehari-hari manusia. Peristiwa tersebut bisa mewakili profesi seseorang dalam berjuang melawan kehidupan. Peristiwa tersebut juga bisa mewakili orang berada atau dalam posisi ekonomi yang sulit dan berjuang untuk bertahan hidup. Foto tersebut juga dikenal dengan istilah Human Interest.
Contoh fotografi jurnalistik kategori tersebut adalah antrian panjang para pencari kerja, anak yang berjuang mempertahankan hidup dengan makan dari sisa-sisa, potret kemiskinan masyarakat Indonesia yang makin terjepit posisinya ditengah gencarnya arus modernisasi bangsa, hingga peristiwa masyarakat yang saling berebut sembako murah  dari penyelenggaraan  pemerintah. Foto-foto tersebut sering kali ditemui dalam pemberitaan-pemberitaan di tanah air.

5.      Portrait Photo
Fotografi Jurnalistik dalam bentuk “Portrait Photo” merupakan sebuah atau kumpulan foto yang diambil oleh seorang fotografer terhadap suatu peristiwa tertentu baik yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok dengan menonjolkan karakter khusus pada dirinya atau kekhasan lainnya. Peristiwa ini terkadang membuat orang menjadi tertawa, geli atau sikap apapun terhadap aksi-aksi yang dilakukan.
Contoh kongkritnya adalah ketika seorang pembalap motor dengan baju lengkap seperti layaknya suasana arena balap motor resmi di lapangan khusus, tetapi pada kenyataannya si pembalap tersebut membonceng seseorang dengan menggunakan sepeda pancal di jalanan umum.

Peristiwa lain bisa diamati dengan rekaman peristiwa dalam visualisasi seorang pengendara motor yang membonceng seseorang bukan suatu hal sewajarnya, sehingga menimbulkan suatu tanda tanya atas tindakan tersebut.
Peristiwa lain mevisualisasikan adegan seorang nenek yang mengacungkan tangannya membentuk suatu tanda “salam metal” dengan diselingi hisapan rokok yang pada kenyataannya sering dilakukan oleh para kaum muda. Peristiwa lain juga menimbulkan tanda tanya ketika dihadapkan pada foto seorang penggemar musik dan bergaya model rambut ala punk rock jalanan Indonesia. Apa yang telah diuraikan diatas, salah satunya mungkin kita temui di beberapa surat kabar di Indonesia.
6.      Sport Photo
Fotografi Jurnalistik dalam bentuk “Sport Photo” adalah sebuah foto yang dibuat oleh seseorang atau fotografer terhadap suatu peristiwa kegiatan olah raga, baik yang diadakan oleh pemerintah Indonesia. Misalnya kegiatan PON atau kegiatan olah raga yang diselenggarakan oleh pemerintah manca Negara seperti Sea Games, Asean Games atau Olimpiade.
Contoh dalam peristiwa ini adalah ketika tim bulu tangkis Indonesia yang menang dalam pertandingan partai tertentu, adanya perebutan bola oleh para pemain dalam pertandingan sepak bola antar negara sahabat.Kejadian-kejadian tersebut sering kali kita temukan pada harian surat kabar pada kolom khusus olah raga
7.      Science And Technology Photo
Fotografi Jurnalistik dalam bentuk “Science and Technology Photo” adalah sebuah foto yang dibuat oleh seseorang atau fotografer terhadap suatu peristiwa yang mevisualisasikan kegiatan dalam bidang keilmuan dan teknologi. Hasil foto ini merupakan rekaman peristiwa dalam ajang perlombaan pengaplikasian teknologi atau penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan kamera khusus misalnya kamera yang mampu menembuas atau merekam sinar X.
Contoh foto dalam kategori ini adalah Proses Produksi Panser yang dilakukan oleh PT. Pindad sebagai perusahaan nasional Indonesia yang memproduksi kendaraan perang termasuk kendaraan tempur taktis setingkat jeep guna kepentingan militer.
Salah satu robot dalam Kontes Robotik Indonesia dan Peristiwa uji coba peluncuran roket militer produksi Nasional kerjasama antara Lapan dan PT Pindad. Sedangkan sifat simbolik dapat diterjemahkan sebuah foto mesin elektronik.
Foto-foto dalam kategori ini sering muncul dalam harian pemberitaan dengan topik masalah perkembangan teknologi atau bisa juga pada majalah khusus yang bergerak dalam pemberitaan masalah perkembangan teknologi baik konten lokal maupun konten international.
8.      Art and Culture Photo
Fotografi Jurnalistik dalam bentuk “Art and Culture Photo” adalah sebuah foto yang dibuat oleh seseorang atau fotografer terhadap suatu peristiwa masalah seni dan budaya. Hasil foto pada kategori ini adalah mencerminkan kegiatan-kegiatan masalah pelestarian seni dan budaya Indonesia sebagai kekayaan cagar budaya ditengah berkembangnya arus modernisasi.
Fotografi Jurnalistik dalam klasifikasi ini adalah seperti Pagelaran Reog Ponorogo yang dilakukan dalam rangka memperingati hari tertentu atau kegiatan serimonial dan kegitan ritual keagamaan yang diselenggrakan oleh Keraton Yogyakarta dan pemerintah daerah yaitu Gerebeg Sekaten. Segala macam peristiwa seputar masalah seni dan budaya ini, seringkali diberitakan oleh para wartawan di berbagai kesempatan untuk mengisi konten di dalam harian jurnalistiknya.

9.    Social and Environment Photo
Fotografi Jurnalistik dalam bentuk “Social and Environment Photo” adalah sebuah foto yang dibuat oleh seseorang atau fotografer terhadap suatu peristiwa yang menggambarkan masalah social masyarakat dan lingkungan hidup. Sebuah foto hasil rekaman jepretan fotografer guna mengkomunikasikan keadaan lingkungan masyarakat dari kerealitasan sebenarnya baik lingkungan sehat maupun lingkungan kumuh dan kotor.
Misalnya adalah sebuah hasil foto dengan penggambaran sebuah tempat genagan air kotor akibat buruknya sanitasi, dan nyamannya tempat wisata sebagai penghibur hati untuk menghilangkan rutinitas sehari-hari. Topik-topik yang terkait pada masalah lingkungan sebenarnya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Sumber:Modul Lab Fotografi Jurnalistik Universitas Gunadarma

Senin, 25 April 2016

Fotografi Jurnalistik "Penulisan Gunadarma University"

I.Sejarah Fotografi
Sejarah Fotografi dimulai pada abad ke-19. Tahun 1839 merupakan tahun awal kelahiran fotografi. Pada saat itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.Sejarah fotografi bermula jauh sebelum Masehi. Pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti mengamati suatu gejala. Jika pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena kamera obscura. 
Berabad-abad kemudian, banyak yang menyadari dan mengagumi fenomena ini, sebut saja Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM, yang berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar.Nama kamera obscura diciptakan oleh Johannes Kepler pada tahun 1611. Johannes Kepler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan memberi nama alat tersebut kamera obscura. Didalam tenda sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas selembar kertas.
Berbagai penelitian dilakukan mulai pada awal abad ke-17 ,seorang ilmuwan berkebangsaan Italia – Angelo Sala menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak. Tapi ia gagal mempertahankan gambar secara permanen. Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang berkebangsaan Inggris bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada kamera obscura berlensa, hasilnya sangat mengecewakan. Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama juga walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui kamera obscura tanpa lensa.Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamarnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah gambar yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Ia melanjutkan percobaannya hingga tahun 1826, inilah yang akhirnya menjadi sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.
Penelitian demi penelitian terus berlanjut hingga pata tanggal tanggal 19 Agustus 1839, desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas merkuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling. Januari 1839, Daguerre sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.
Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Melalui perusahaan Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas foto.Tahun 1950, untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex maka mulailah digunakan prisma (SLR), dan Jepang pun mulai memasuki dunia fotografi dengan produksi kamera Nikon yang kemudian disusul dengan Canon. Tahun 1972 kamera Polaroid temuan Edwin Land mulai dipasarkan. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film. Kemajuan teknologi turut memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.
II.Sejarah Fotografi  Di Indonesia

Di Tanah Air, fotografi ditengarai masuk tahun 1841 oleh Juriaan Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia. Sejarah foto jurnalistik Indonesia diwakili kantor berita Domei, surat kabar Asia Raya, dan agensi foto Indonesia Press Photo Service (IPPHOS). Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama juru foto H. M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal kurun 1904 tentang perang Aceh. Satu foto Neeb memperlihatkan barisan tentara kolonial berdiri di atas benteng bambu dengan mayat-mayat bergeletakan di tanah. Tanpa kehadiran Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan kolonial.
Bulan Agustus di tahun 1945 mencekam. Tentara Heiho bersenjata masih berpatroli di jalanan Jakarta. Subuh di bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua bersaudara Alex dan Frans membawa kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka berangkat karena mendengar informasi adanya peristiwa penting terkait perjuangan.
Akhirnya pada sekira pukul 10.00 proklamasi yang teramat penting itu terekam dalam lembaran film. Tentara Jepang yang mengetahui pendokumentasian proklamasi berhasil merampas kamera Alex Mendur. Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun Frans lebih beruntung dan sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia menanam film-film itu di bawah pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat tentara Jepang menggeledahnya ia mengaku filmnya telah dirampas Barisan Pelopor. Ketika keadaan berangsur aman Alex dan Frans mencuri-curi kesempatan untuk mencetak foto itu di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita proklamasi kemerdekaan itu tersiar di surat kabar esok harinya tapi foto proklamasi baru dimuat pada Februari 1946 di harian Merdeka. Kelak film bersejarah ini hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak.
Perkembangan foto jurnalistik di tanah air semakin konsisten dan berkelanjutan setelah kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) tahun 1992, galeri pertama yang fokus pada foto jurnalistik.
Foto jurnalistik di Indonesia semakin maju karena masyarakat fotografi di tanah air peka terhadap tren foto dunia. Banyak pameran, kompetisi, dan pelatihan-pelatihan foto diadakan. Komunitas-komunitas fotografi juga bermunculan dan tumbuh. Komunitas yang dibangun dengan semangat untuk maju. Foto jurnalistik jadi satu aliran foto yang terus menerus diperbincangkan dan diulas oleh para pegiatnya. Kemajuan foto jurnalistik di tanah air juga ditandai dengan makin seringnya jurnalis-jurnalis foto Indonesia yang menjuarai kontes foto jurnalistik bergengsi tingkat internasional.

III.KRITERIA-KRITERIA FOTOGRAFI JURNALISTIK
1.Jujur tanpa rekayasa:Foto yang diambil untuk dimasukan kedalam artikel atau dipublikasikan harus orisinil, tidak boleh di edit atau di photoshop terlebih dahulu.
2. Mengandung banyak informasi:Foto harus mengandung sebuah pesan atau informasi yang   faktual, agar berguna bagi masyarakat. Lebih banyak informasi yang disampaikan, lebih bagus.
3. Menarik banyak perhatian: Semua foto harus menarik, agar para pembaca mau melihatnya.   Salah satu cara agar foto menarik banyak perhatian adalah mengambil foto yang aktual (foto terbaru).
4. Wajar dan layak dipublikasikan:Foto-foto yang dipublikasikan harus lazim, tidak senonoh. Mereka harus wajar dan layak dipublikasikan.

IV.Karakteristik Fotojurnalistik

1.Dasar foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Keseimbangan tertulis pada teks gambar (teks foto) adalah mutlak. Caption atau teks foto membantu melengkapi informasi dan memahami sebuah imaji (gambar, foto) yang dibagi di tengah-tengah masyarakat.Sehingga keduanya antara gambar (foto) dan berita (teks) memiliki keterikatan yang tak bisa dipisahkan. Sebuah foto mampu memberikan informasi selengkap berita apabila dilengkapi teks foto.Berdasarkan standar IPTC (International Press Telecomunication Council) teks foto harus selalu melekat di dalam foto itu sendiri. Penulisan teks foto bisa dilakukan pengeditan gambar di dalam photoshops, dengan menuliskannya di dalam file info yang telah tersdia.

2.Mediun foto jurnalistik biasanya disajikan dalam bentuk cetak baik itu surat kabar, tabloid, media internal, brosur maupun kantor berita. Bahkan saat ini media online telah masuk dalam kategori ini, mengingat perkembangan multimedia yang terus tumbuh.
Selain itu penyajian fotojurnalistik juga disajikan secara jujur, bagaimana adanya, tanpa ada rekayasa dalam penyajiannya.

3.Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang jurnalis foto mempunyai kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya pada puncak piramida sajian dan pesan visual.
Dinny Soutworth menyimpulkan, merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi seorang foto jurnalis, karena kerja dengan subyek yang bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut.

4.Bentuk liputan foto jurnalitik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat dan kemampuan seseorang foto jurnalis yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita. Menurut Chick Harrity yang telah lama bergabung dengan kantor berita Associated Press (AP), USA, dan US News &World Report mengatakan, tugas seorang jurnalis foto adalah melaporkan berita sehingga bisa memberi kesan pada pembacanya seolah-olah mereka hadir dalam peristiwa yang disiarkan itu.
Tugas foto junalis adalah melaporkan apa yang dilihat oleh mata kemudian merekam dalam sebuah gambar  yang kemudian disampaikan secara luas melalui media massa. Yang memberi kesan bawa pembaca (masyarakat) seolah-olah berada di lokasi peristiwa itu.

5. Foto jurnalistik adalah fotografi komunikasi, di mana dalam penyajiannya bisa diekspresikan seorang foto jurnalis terhadap obyeknya. Obyek pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar  yang dihasilkan, sehingga lebih pantas menjadi obyek aktif.Namun dalam perkembangannya kini foto jurnalistik juga merupakan media ekspresi seorang foto jurnalis terhadap hasil karya-karyanya setelah melakukan peliputan. Sehingga tak heran jika dalam sebuah media menyiapkan halamannya secara khusus untuk memajang berbagai macam foto-foto hasil liputan karya foto jurnalisnya.

6.Pesan yang disampaikan dari suatu hasil visual foto jurnalistik harus jelas dan segera bisa dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendapat sendiri atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam foto jurnalistik, apalagi melakukan rekayasa.Gaya pemotretan yang khas dengan polesan rasa seni, tidak menjadi batasan dalam berkarya. Yang penting pesan yang disampaikan dapat dikomunikasikan di tengah-tengah masyarakat.

7. Foto jurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang andal, berwawasan visual yang luas, jeli, arif dan bermoral dalam menilai foto-foto yang dihasilkan oleh foto jurnalis. Seorang penyunting (editor foto) juga harus mampu membantu mematangkan ide-ide dan konsep foto jurnalis yang melakukan liputan terhadap sebuah peristiwa. Penyunting foto juga harus mampu memberi masukan, memilih foto agar tidak monoton, hingga melakukan pemotretan ulang terhadap foto-foto yang akan disiarkan.


8.Karena fotojurnalistik menyajikan informasi yang berakurasi tinggi, seorang jurnalis secara langsung merekam peristiwa yang terjadi dilokasi tanpa merekayasa. Praktis karya-karya yang dihasilkan dari hasil peliputan fotojurnalis tak bisa terbantahkan oleh kata-kata. Pada setiap event seperti bentrokan, caos, aksi demo, dsb, seorang fotojurnalis selalu berada di garda paling depan, guna mengabadikan fakta-fakta yang terjadi melalui kameranya

Sumber:Modul  lab fotografi Universitas Gunadarma

Teori The Spiral Of Silence "Penulisan Gunadarma University"

Elizabeth Noelle – Neumann (seorang profesor emeritus penelitian komunikasi dari Institute Fur Publiziztik Jerman) adalah orang yang memperkenalkan teori spiral keheningan/kesunyian ini. Toeri ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1984 melalui tulisan yang berjudul the spiral of silence. Secara ringkas teori ini menjawab pertanyaan, mengapa orang – orang dari kelompok minoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Seorang sering merasa perlu menyembunyikan sesuatunya ketika berada dalam kelompok mayoritas.
            Bahkan orang – orang yang sedang berada dalam kelompok mayoritas sering merasa perlu untuk mengubah pendiriannya, ia akan merasa sendiri. Hal ini bisa diamati pada individu yang menjadi masyarakat pendatang disuatu kelompok tertentu.ia merasa perlu diam seandainya pendapat mayoritas bertolak belakang dengan pendapat dirinya atau kalau pendapat itu tidak merugikan dirinya, bahakan ia sering merasa perlu untuk mengubah pendirian sesuai dengan kelompok mayoritas tempat dia berada.
Teori spiral kebisuan mengajukan gagasan bahwa orang – orang yang percaya bahwa pendapat mereka mengenai berbagai isu publik merupakan pandangan minoritas cenderung akan menahan diri untuk mengemukakan pandangannya, sedangkan mereka yang meyakini bahwa pandangannya mewakili mayoritas cenderung untuk mengemukakan kepada orang lain. Noelle-neumann menyebut situasi tersebut sebagai spiral keheningan yang terjadi ketika orang mengemukakan opininya karena merasa pandangannya mewakili pandangan populer memilih untuk diam. Proses ini terjadi dalam pola atau bentuk menyerupai spiral sedemikian rupa sehingga satu pendapat akan terakhir dengan publisitas dan popularitas tinggi, sedangkan pendapat lainnya akan berakhir dengan publisitas dan popularitas.
Dari penjelasan diatas, kaum minoritas tenggelam dalam kebungkamannya terhadap kaum mayoritas. Mayoritas disini berarti sekelompok orang yang aktof/vocal dalam forum diskusi dak kaum minoritas merupakan kaum yang meng”iya”kan saja apapun yang berlangsung selama forum diskusi berlangsung. Kaum minoritas yang menjadi sasaran penulis pada makalah ini adalah sekelompok mahasiswa yang sering bungkam (diam) dalam forum diskusi akibat terdominasi oleh sekelompok orang yang terlalu aktif (mayoritas)

       
   Adapun pemikiran dalam teori ini yaitu manusia mengetahui opini mana yang umum dan mana yang tidak.dan manusia tidak segan untuk membuat tebak –tebakkan tetang opini masyarakat dan memiliki pemahaman tentang presentase populasi untuk dan melawan kedudukan tertentu.
  • Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan opini seseorang, anak muda lebih ekspresif dari pada yang lebih tua, orang yang berpendidikan akan lebih kritis dari pada orang yang tidak berpendidikan, dan laki-laki umumnya lebih memiliki keinginan untuk mengungkapkan opininya dari pada wanita. Spiral keheningan sepertinya disebabkan oleh rasa takut akan pengasingan.
  • Ada beberpa pengalaman yang menekankan perasaan tidak berdaya. Kesulitan dalam mendapatkan publisitas untuk sebuah sudut pandang, dan dikorbankan oleh media dalam yang neolle-neumann.
            Teori spiral keheningan dapat dianggap sebagai bagian dari tradisi sosiopsikologis karena penekanannya pada apa yang manusia lakukan dalam menghadapi situasi yang mereka hadapi. Kajian Noelle – Neumann ini menitik beratkan peran opini dalam interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai isu kontroversial akan berkembang pesat saat dikemukakkan melalui media massa. Jadi ada kaitan yang erat antara opini dengan media massa. Opini yang berkembang pada minoritas yang lebih cenderung pada seseorang untuk diam, karena kelompok minoritas dapat dipengaruh dari isu –isu media massa.
      Diam (silence) memiliki maksud yang berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa”diam berarti setuju”,” diam bukan berarti setuju”, bahkan ada yang beranggapan bahwa”diam adalah emas”. Diam adalah emas biasanya berlaku pada konteks teori spiral of silence. Daripada ngomong yang belum tentu didengar pendapatnya, maka lebih baik diam. Makna diam yang kedua, yakni diam bukan berarti setuju, juga masih dalam kerangka teori ini. Orang sering merasa lebih aman jika tidak mengeluarkan pendapatnya di forum-forum tertentu karena berbagai alasan. Misalnya karena tidak ada yang bakalan mendukung pendapatnya atau ia dalam posisi minoritas atau mungkin malahan ia merasa inferior. Sedangkan diam berarti setuju biasa terjadi pada peminangan dimasa dulu ketika seorang gadis dilamar atau dipinang oleh seorang pemuda. Dengan tanda diam berarti ia setuju untuk dijodohkan dengan pemuda tersebut.

Ungkapan "spiral kebisuan" sebenarnya merujuk kepada bagaimana orang cenderung untuk tetap diam ketika mereka merasa bahwa pandangan mereka berada dalam minoritas. Model ini didasarkan pada tiga premis:
1.      Orang memiliki "quasi-organ statistik," keenam-rasa jika Anda akan yang memungkinkan mereka untuk mengetahui pendapat umum yang berlaku, bahkan tanpa akses ke jajak pendapat.
2.      Orang memiliki rasa takut isolasi dan mengetahui apa perilaku akan meningkatkan kemungkinan mereka terisolasi secara social.
3.      Orang yang enggan untuk mengekspresikan pandangan minoritas, terutama dari takut terisolasi.

Semakin dekat seseorang percaya pendapat diselenggarakan serupa dengan yang berlaku pendapat umum, semakin mereka bersedia untuk secara terbuka mengungkapkan pendapat di depan umum. Kemudian, jika perubahan sentimen publik, orang akan mengakui bahwa pendapat ini kurang mendukung dan akan kurang bersedia untuk mengekspresikan pendapat publik. Karena adanya pandangan bahwa jarak antara opini publik dan pendapat pribadi seseorang tumbuh, semakin tidak mungkin orang tersebut untuk mengungkapkan pendapat mereka.
Kajian Noelle-Neumann ini menitikberatkan peran opini dalam interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai sebuah isu kontroversial akan berkembang pesat saat dikemukakan melalui media massa. Ini berarti opini publik orang-orang juga dibentuk, disusun dan dikurangi oleh peran media massa. Jadi ada kaitan erat antara opini dengan media massa. Opini yang berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang untuk diam (sebagai basis dasar teori spiral kesunyian) karena dia berasal dari kelompok minoritas juga bisa dipengaruhi oleh isu-isu dari media massa.
            Teori spiral keheningan menyadarkan gagasan pada tiga asumsi dasar dan berdasarakan penjelasan mengenai opini publik sebagai latar belakangnya,yaitu :
  1. Asumsi pertama adalah masyarakat yang menyatakan bahwa memiliki kekuasaan terhadap pandangan yang menyimpang dan tidak ingin menyesuaikan pendapatnya dengan ancaman terisolasi. Spiral kesunyian disebabakan ada perasaan takut atau terkucil dari lingkungan yang berbeda pendapat. Teori ini bukan sekedar ikut ikutan atau berada pada pihak yang menang, tetapi berusaha untuk menghindari dari situasi yang teriolasi dari kelompok sosialnya.
  2. Asumsi kedua adalah bahwa perasaan khawatir akan terisolasi menyebabkan individu harus mengukur iklim pendapat sepanjang waktu. Teori spiral kebisuan memberikan argumentasi bahwa orang selalu bertindak sebagai penilai iklim opini publik orang mengetahui pendapat atau pandangan mana yang populer yang lebih banyak diterima dan pandangan mana tidak banyak diterima orang. Hal tersebut disebut dengann istilah kuasi statistik yaitu adanya perasaan yang cukup meyakinkan dalam diri seseorang bahwa suatu pendapat atau pandangan tertentu adalah yang paling banyak mendapat dukungan atau diterima, walaupun hal tersebut belum dapat dibukti secara ilmiah selain itu juga orang mempunyai kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap arah pembicaraan seseorang apakah mendukung atau menolak suatu pendapat.
  3. Asumsi tiga menyatakan bahwa evaluasi atas opini publik akan mempengaruhi pendapat dan perilaku masyarakat. Neolle-neumann percaya bahwa orang tidak suka mendiskusikan topik-topik yang tidak memiliki dukungan mayoritas. Teori ini juga menunjukan sifat yang tidak suka debat atau menghindari perdebatan. Kecuali terpakasa, orang biasanya tidak suka mengemukakan pribadinya kepada pendapat yang berbeda atau bertentangan dengan banyak pendapat. Namun demikian spiral keheningan menjadi faktor yang cukup dominan dalam menentukan apakan seseorang hendak menyatakan pendapatnya ataukan tidak, dan menurut beberapa reset, faktor spiral kebisuan ini memiliki pengaruh yang cukup besar.

KONSEP TEORI
Terdapat tiga konsep penting pada teori ini
1.    Opini Publik
Berbicara teori ini, kita tidak lepas dari apa yang namanya opini publik. Karena teori ini sangat kental dengan adanya opini publik.Opini publik itu adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan. Dari opini ini, spiral ini akan terlihat mana orang yang menganut minoritas dan mayoritas.
Dilihat dari pengertian Publik, 1). Publik diartikan terbuka untuk siapa saja. 2). Publik diartikan sebagai suatu yang menjadi perhatian atau suatu isu. 3). Publik diartikan sebagai sisi sosial psikologis seseorang. Sedangkan Opini diartikan sebagai pengungkapan dari suatu sikap. Kemudia opini publik merupakan sentimen kolektif pada suatu objek. Media seringkali menentukan subjek apa yang menarik khalayak, dan media seringkali membuat subjek tersebut menjadi kontroversi. Opini Publik merupakan dua kata yang signifikan yang saling melengkapi.
Noelle-Neumann menunjukan bahwa tiga karakteristik bergabung untuk menghasilkan dampak pada opini publik yang sangat kuat . Karakteristik tersebut antara lain:
· Kumulasi (cumulation) mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan tertentu secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu.
  · Ubikuitas (ubiquity) mengacu pada kehadiran media massa yang tersebar luas.
   · Harmoni (consonance) mengacu pada gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media lain yang berbeda-beda. Dampak harmoni adalah untuk mengatasi ekspor selektif, karena orang tidak dapat memilih pesan lain, dan untuk menyajikan kesan bahwa sebagian besar orang melihat isu dengan cara yang di sajikan media
                Pengujian menggunakan kereta api
Uji kereta api adalah penilaian mengenai sejauh mana orang akan mengemukakan opini mereka. Dalam Teori Spiral Keheningan mengatakan bahwa, orang dari dua sisi yang berbeda mengenai suatu isu akan bervariasi dalam kesediaan mereka untuk mengungkapan pandangan mereka ke publik. Uji kereta api ini mengungkapkan beberapa factor yang membantu menentukan apakah seseorang menyuarakan opini. Hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Pendukung dari opini yang dominan lebih bersedia untuk menyuarakan opini     dibandingkan mereka yang memiliki opini minoritas.
2.      Orang dari kota besar yang adalah pria yang berusai antara 45 dan 49 lebih bersedia menyuarkan pendapat.
3.      Orang akan lebih menyuarakan pendapat jika pendapat ini sesuai dengan keyakinan mereka dan juga sesuai dengan tren terkini dan semangat dari kelompok usianya.
4.      Terdapat berbagai cara untuk menyuarakan pendapat – misalnya menempelkan poster, stiker pada mobil dan mendistribusikan selebaran.
5.      Orang akan menyuarakan pendapat jika itu sejajar dengan pandangan masyarakat.
6.      Orang cenderung berbagi pendapat dengan mereka yang sepakat dibandingkan dengan mereka yang tidak sepakat.
7.      Orang mendapatkan kekuatan akan keyakinan melalui berbagai sumber, termasuk keluarga, teman, dan kenalan.
8.      Orang mungkin akan terlibat dalam ayunan menit terakhir / melompat ke sisi opini yang populer pada saat terakhir percakapan.

Uji kereta api telah membuktikan dirinya sebagai pendekatan yang menarik dalam mempelajari opini publik. Metode ini juga meyimulasikan perilaku publik ketika pemikiran yang berbeda muncul mengenai sebuah topik sehingga mereka yang bersedia untuk menyuarakan pendapat, terdapat kesempatan untuk menggoyahkan orang lain.
2.Hubungan dengan Media Massa
Media massa memainkan peran penting dalam spiral kesunyian karena media massa merupakan sumber yang diandalkan orang untuk menemukan distribusi opini publik. Media berfungsi menyebarluaskan opini publik yang menghasilkan pendapat atau pandangan yang dominan. Sementara individu dalam hal menyampaikan pandangannya akan bergantung pada pandangan yang dominan, sedangkan media pada gilirannya cenderung memberitakan pandangan yang terungkap dan karenanya spiral keheningan berlanjut. Noelle-meumann memaparkan bahwa media tidak memberikan interpretasi yang luas dan seimbang terhadap peristiwa sehingga masyarakat memiliki pandangan terhadap realita secara terbatas dan sempit.Media massa memiliki tiga sifat atau karakteristik yang berperan membentuk opini publik yaitu ubikuitas, kumulatif, dan konsonan
     Media massa dapat berpengaruh dalam spiral kesunyian dalam tiga cara:
·         Media massa membentuk kesan tentang opini yang dominan;
·         Media massa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat; dan
·          Media massa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di muka umum tanpa menjadi tersisih.
Noelle-Newman (1984) menyatakan bahwa kekuatan media massa diperoleh dari:
·      kehadirannya di mana-mana (ubiquity)
·       pengulangan pesan yang sama dalam suatu waktu (kumulasi)(
·       konsensus (konsonan) tentang nilai-nilai kiri di antara mereka yang bekerja dalam media massa, yang kemudian direfleksikan dalam isi media massa
Media massa memiliki tiga karakteristik yang berperan membentuk opini publik :
·           Sifat ubikuitas mengacu pada fakta bahwa media merupakan sumber informasi yang sangat luas karena terdapat dimana saja. Dengan kata lain kepercayan bahwa media terdapat dimana-mana. Karna media dimana-mana maka menjadi instrumen penting, diandalkan dan selalu tersedia ketika pulik membutuhkan informasi. Yang dilihat dari pandangan publik terdapat dimana- mana
·            Sifat komulatif mengacu pada proses media yang selalu mengulang-ulang apa yang disampaikannya. Pengulangan terjadi disepanjang program,pada satu media tertentu maupun media yang lainnya dan baik yang sejenis maupun tidak.
·           Sifat konsonan mengacu pada kesamaan kepercayaan, sikap dan nilai-nilai yang dianut media massa. Neolle-neuman menyatakan konsonan dihasilkan berdasarkan kecenderungan media untuk menegaskan atau melakukan konfirmasi terhadap pemikiran dan pendapat mereka sendiri, dan menjadikan pemikiran dan pendapat itu seolah-olah berasal dari masyarakat
Dari ketiga karakteristik itu memberikan pengaruh besar pada opini publik. Media massa yang mengkontribusikan terhadap munculnya spiral keheningan dan media massa lah memiliki kemampuan untuk menentukan dan menyebarluaskan pandangan – pandangan yang dinilai lebih dapat diterima secara umum. Dalam situasi demikian yang akan terjadi kemudian adalah pewawancara yang akan berakhir denngan posisi menang kalah bagi salah satu pihak. Phak kalah akan mengakui posisi atau pendapat yang menang atau memiliih diam. Pada akhirnya, teori spiral kebisuan akan terus diperbincangkan dianatara para ahli tentang media, kita hidup dalam dunia yang dipenuhi berbagai kepentingan dimana media memiliki peran besar didalamnya.mengemukakan pandangan mayoritas ataukah minoritas secara terbuka terhadap satu isu.             
             Alasan Mengapa Kelompok Minoritas Memilih Diam Dalam Mayoritas

             Hard core
Para hard core merupakan kaum minoritas dari opini publik yang tadinya diam namun berusaha mencoba bangkit untuk menentang opini publik yang diyakini kaum mayoritas. Mereka berusah membalikkan atau mengubah opini publik yang sebelumnya terbentuk. Mereka bisa juga disebut sebagai para penyimpang yang berusaha menentang cara berfikir yang dominan dan siap langsung mengonfrontasi siapapun yang menghalangi mereka.
Para hardcore adalah kaum minoritas pada ujung akhir spiral keheninga yang menentang ancaman akan isolasi . mereka yang selalu menentang arus utama, apapun konsekuensinya.
Munculnya hardcore dari kaum minoritas yang bersedia menentang tren mencoba bersuara untuk mendidik publik lewat media, dan lama-kelamaan orang-orang terpengaruh dan mengambil sudut pandang mereka. Dalam hal ini para hardcore sangat penting mengubah opini publik mayoritas               
Alasan sederhana dalam kasus ini adalah adanya keinginan manusia untuk dapat hidup bersosialiasi dengan masyarakat. Manusia mempunyai kebutuhan mendasar sebagai makhluk sosial yang butuh interaksi dengan sesamanya.Apabila dalam kelompok masyarakat, seseorang kemudian tidak menyetujui opini mayoritas yang ada, bukan tidak mungkin individu tersebut akan terisolasi. Orang tersebut akan dianggap aneh, pemberontak dan tidak mengikuti keinginan masyarakat pada umumnya. Mereka kemudian akan dianggap sebagai kalompok yang tidak mengenal kelompoknya sendiri. Terlebih lagi, dampak jangka panjangnya, mereka tidak akan diterima oleh masyarakat.

Kelemahan dan Kritik Atas Teori Spiral Of Silence
  1. Noelle-Neumann (1984) sendiri sebagai perumus teori Spiral Of Silence mengatakan bahwa teori ini hanya berlaku secara situasional dan kontekstual, yakni hanya sekitar permasalahan pendapat dan pandangan pada kelompok. Dan, teori ini tidak memiliki pengaruh bagi orang-orang yang dikenal sebagai avant garde dan hard core. Yang dimaksud dengan avant garde di sini ialah orang-orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat biasanya para intelektual, artis, opinion leader, atau visioner, sedangkan orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok hard core ialah mereka yang selalu menentang, apa pun konsekuensinya.
2.      Sebagai sebuah teori yang ilmiah, Spiral Of Silence yang dikemukakan oleh Neumann memiliki kelemahan karena formulasi teorinya tidak lengkap, dan konsep-konsep utamanya tidak dijelaskan dengan memadai. Di samping itu, spiral kebisuan, sebagai teori opini publik, dikelompokkan bersama perspektifnya yang lain tentang masyarakat dan media massa. Di pihak lain, spiral kebisuan ini memperlakukan opini publik sebagai suatu proses dan bukan sebagai sesuatu yang statis. Perspektif itu juga memperhatikan dinamika produksi media dengan pembentukan opini publik (Glynn dan McLeod, 1985; Katz, 1981; Salmon dan Kline, 1983).

3.      Teori Spiral Kesunyian dari Charles Salmon dan F. Gerald Kline (1985) adalah bahwa teori gagal membahas keterlibatan ego sesorang dalam sebuah isu. Terkadang, orang mungkin bersedia untuk berbicara karena ego mereka ikut terlibat di dalam topik. Seseorang akan menghindari topik yang berkonflik dengan pandangan mereka sendiri. Caroll Glyn dan Jack McLeod (1985) melihat bahwa ada kekurangan yang berkaitan dengan konsistensi logis dari teori ini. Pertama, mereka percaya bahwa rasa takut akan isolasi mungkin tidak akan memotivasi orang untuk mengemukakan opini mereka. Mereka mengkritik bahwa Noelle-Neuman tidak secara empirs menguji asumsinya bahwa rasa takut akan isolasi mengahalangi orang untuk berbicara. Kedua, mereka beragurmen bahwa Noelle-Neuman tidak mengakui adanya pengaruh komunitas seseorang dan kelompok referensi terhadap seseorang. Neuman terlalu banyak berfokus pada media 

Sumber: