I.Sejarah Fotografi
Sejarah
Fotografi dimulai pada abad ke-19. Tahun 1839 merupakan tahun awal kelahiran
fotografi. Pada saat itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi
adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang
dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.Sejarah fotografi bermula jauh sebelum
Masehi. Pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti
mengamati suatu gejala. Jika pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang
kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan
pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang
pertama yang menyadari fenomena kamera obscura.
Berabad-abad
kemudian, banyak yang menyadari dan mengagumi fenomena ini, sebut saja
Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al
Hazen) pada abad ke-10 SM, yang berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan
alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan
Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah
kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar.Nama kamera obscura
diciptakan oleh Johannes Kepler pada tahun 1611. Johannes Kepler membuat desain
kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan memberi nama alat tersebut
kamera obscura. Didalam tenda sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang
ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas
selembar kertas.
Berbagai penelitian dilakukan mulai pada awal abad ke-17 ,seorang
ilmuwan berkebangsaan Italia – Angelo Sala menggunakan cahaya matahari untuk
merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak. Tapi ia gagal
mempertahankan gambar secara permanen. Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood,
seorang berkebangsaan Inggris bereksperimen untuk merekam gambar positif dari
citra pada kamera obscura berlensa, hasilnya sangat mengecewakan. Humphrey Davy
melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama juga
walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui kamera obscura tanpa lensa.Akhirnya,
pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce
(1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela
kamarnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip
lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah
gambar yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Ia
melanjutkan percobaannya hingga tahun 1826, inilah yang akhirnya menjadi
sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan
di University of Texas di Austin, AS.
Penelitian demi penelitian terus berlanjut hingga pata tanggal
tanggal 19 Agustus 1839, desainer panggung opera yang juga pelukis,
Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) dinobatkan sebagai orang pertama yang
berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran
plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu
setengah jam cahaya langsung dengan pemanas merkuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype.
Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir
suling. Januari 1839, Daguerre sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan
tetapi, Pemerintah Perancis berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke
seluruh dunia secara cuma-cuma.
Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Melalui
perusahaan Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan
menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis, sejalan
dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui perbaikan lensa, shutter,
film dan kertas foto.Tahun 1950, untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single
Lens Reflex maka mulailah digunakan prisma (SLR), dan Jepang pun mulai memasuki
dunia fotografi dengan produksi kamera Nikon yang kemudian disusul dengan
Canon. Tahun 1972 kamera Polaroid temuan Edwin Land mulai dipasarkan. Kamera
Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan
pencetakan film. Kemajuan teknologi turut memacu fotografi secara sangat cepat.
Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak
terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto
yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.
II.Sejarah Fotografi Di Indonesia
Di Tanah Air,
fotografi ditengarai masuk tahun 1841 oleh Juriaan Munich, seorang utusan
kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia. Sejarah foto jurnalistik
Indonesia diwakili kantor berita Domei,
surat kabar Asia
Raya, dan agensi foto Indonesia Press Photo Service (IPPHOS).
Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi
indie, ada nama juru foto H. M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal
kurun 1904 tentang perang Aceh. Satu foto Neeb memperlihatkan barisan tentara
kolonial berdiri di atas benteng bambu dengan mayat-mayat bergeletakan di
tanah. Tanpa kehadiran Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan kolonial.
Bulan Agustus
di tahun 1945 mencekam. Tentara Heiho bersenjata masih berpatroli di jalanan
Jakarta. Subuh di bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua bersaudara Alex dan
Frans membawa kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Mereka berangkat karena mendengar informasi adanya peristiwa penting terkait
perjuangan.
Akhirnya pada
sekira pukul 10.00 proklamasi yang teramat penting itu terekam dalam lembaran
film. Tentara Jepang yang mengetahui pendokumentasian proklamasi berhasil
merampas kamera Alex Mendur. Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun
Frans lebih beruntung dan sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia menanam
film-film itu di bawah pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat tentara Jepang
menggeledahnya ia mengaku filmnya telah dirampas Barisan Pelopor. Ketika
keadaan berangsur aman Alex dan Frans mencuri-curi kesempatan untuk mencetak
foto itu di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita
proklamasi kemerdekaan itu tersiar di surat kabar esok harinya tapi foto
proklamasi baru dimuat pada Februari 1946 di harian Merdeka. Kelak film bersejarah ini
hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak.
Perkembangan
foto jurnalistik di tanah air semakin konsisten dan berkelanjutan setelah
kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto Jurnalistik
Antara (GFJA) tahun 1992, galeri pertama yang fokus pada foto jurnalistik.
Foto
jurnalistik di Indonesia semakin maju karena masyarakat fotografi di tanah air
peka terhadap tren foto dunia. Banyak pameran, kompetisi, dan
pelatihan-pelatihan foto diadakan. Komunitas-komunitas fotografi juga
bermunculan dan tumbuh. Komunitas yang dibangun dengan semangat untuk maju.
Foto jurnalistik jadi satu aliran foto yang terus menerus diperbincangkan dan
diulas oleh para pegiatnya. Kemajuan foto jurnalistik di tanah air juga
ditandai dengan makin seringnya jurnalis-jurnalis foto Indonesia yang menjuarai
kontes foto jurnalistik bergengsi tingkat internasional.
III.KRITERIA-KRITERIA
FOTOGRAFI JURNALISTIK
1.Jujur tanpa rekayasa:Foto yang diambil untuk dimasukan kedalam
artikel atau dipublikasikan harus orisinil, tidak boleh di edit atau di
photoshop terlebih dahulu.
2. Mengandung banyak informasi:Foto harus mengandung sebuah pesan
atau informasi yang faktual, agar
berguna bagi masyarakat. Lebih banyak informasi yang disampaikan, lebih bagus.
3. Menarik banyak perhatian: Semua foto harus menarik, agar para
pembaca mau melihatnya. Salah satu cara
agar foto menarik banyak perhatian adalah mengambil foto yang aktual (foto
terbaru).
4. Wajar dan layak dipublikasikan:Foto-foto yang dipublikasikan
harus lazim, tidak senonoh. Mereka harus wajar dan layak dipublikasikan.
IV.Karakteristik Fotojurnalistik
1.Dasar foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar
dan kata. Keseimbangan tertulis pada teks gambar (teks foto) adalah mutlak.
Caption atau teks foto membantu melengkapi informasi dan memahami sebuah imaji
(gambar, foto) yang dibagi di tengah-tengah masyarakat.Sehingga keduanya antara
gambar (foto) dan berita (teks) memiliki keterikatan yang tak bisa dipisahkan.
Sebuah foto mampu memberikan informasi selengkap berita apabila dilengkapi teks
foto.Berdasarkan standar IPTC (International Press Telecomunication Council)
teks foto harus selalu melekat di dalam foto itu sendiri. Penulisan teks foto
bisa dilakukan pengeditan gambar di dalam photoshops, dengan menuliskannya di
dalam file info yang telah tersdia.
2.Mediun
foto jurnalistik biasanya disajikan dalam bentuk cetak baik itu surat kabar,
tabloid, media internal, brosur maupun kantor berita. Bahkan saat ini media
online telah masuk dalam kategori ini, mengingat perkembangan multimedia
yang terus tumbuh.
Selain itu penyajian fotojurnalistik juga disajikan secara jujur, bagaimana adanya, tanpa ada rekayasa dalam penyajiannya.
Selain itu penyajian fotojurnalistik juga disajikan secara jujur, bagaimana adanya, tanpa ada rekayasa dalam penyajiannya.
3.Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya
seorang jurnalis foto mempunyai kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya pada
puncak piramida sajian dan pesan visual.
Dinny Soutworth menyimpulkan, merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi seorang foto jurnalis, karena kerja dengan subyek yang bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut.
Dinny Soutworth menyimpulkan, merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi seorang foto jurnalis, karena kerja dengan subyek yang bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut.
4.Bentuk liputan foto jurnalitik adalah suatu upaya yang
muncul dari bakat dan kemampuan seseorang foto jurnalis yang bertujuan
melaporkan beberapa aspek dari berita. Menurut Chick Harrity yang telah lama
bergabung dengan kantor berita Associated Press (AP), USA, dan US News
&World Report mengatakan, tugas seorang jurnalis foto adalah melaporkan
berita sehingga bisa memberi kesan pada pembacanya seolah-olah mereka hadir
dalam peristiwa yang disiarkan itu.
Tugas foto junalis adalah melaporkan apa yang dilihat oleh mata kemudian merekam dalam sebuah gambar yang kemudian disampaikan secara luas melalui media massa. Yang memberi kesan bawa pembaca (masyarakat) seolah-olah berada di lokasi peristiwa itu.
Tugas foto junalis adalah melaporkan apa yang dilihat oleh mata kemudian merekam dalam sebuah gambar yang kemudian disampaikan secara luas melalui media massa. Yang memberi kesan bawa pembaca (masyarakat) seolah-olah berada di lokasi peristiwa itu.
5. Foto jurnalistik adalah fotografi komunikasi, di mana
dalam penyajiannya bisa diekspresikan seorang foto jurnalis terhadap obyeknya.
Obyek pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar yang
dihasilkan, sehingga lebih pantas menjadi obyek aktif.Namun dalam
perkembangannya kini foto jurnalistik juga merupakan media ekspresi seorang
foto jurnalis terhadap hasil karya-karyanya setelah melakukan peliputan.
Sehingga tak heran jika dalam sebuah media menyiapkan halamannya secara khusus
untuk memajang berbagai macam foto-foto hasil liputan karya foto jurnalisnya.
6.Pesan yang disampaikan dari suatu hasil visual foto
jurnalistik harus jelas dan segera bisa dipahami oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pendapat sendiri atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam
foto jurnalistik, apalagi melakukan rekayasa.Gaya pemotretan yang khas dengan
polesan rasa seni, tidak menjadi batasan dalam berkarya. Yang penting pesan
yang disampaikan dapat dikomunikasikan di tengah-tengah masyarakat.
7. Foto
jurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang andal, berwawasan visual yang
luas, jeli, arif dan bermoral dalam menilai foto-foto yang dihasilkan oleh foto
jurnalis. Seorang penyunting (editor foto) juga harus mampu membantu
mematangkan ide-ide dan konsep foto jurnalis yang melakukan liputan terhadap
sebuah peristiwa. Penyunting foto juga harus mampu memberi masukan, memilih
foto agar tidak monoton, hingga melakukan pemotretan ulang terhadap foto-foto
yang akan disiarkan.
8.Karena
fotojurnalistik menyajikan informasi yang berakurasi tinggi, seorang jurnalis
secara langsung merekam peristiwa yang terjadi dilokasi tanpa merekayasa.
Praktis karya-karya yang dihasilkan dari hasil peliputan fotojurnalis tak bisa
terbantahkan oleh kata-kata. Pada setiap event seperti bentrokan, caos, aksi
demo, dsb, seorang fotojurnalis selalu berada di garda paling depan, guna
mengabadikan fakta-fakta yang terjadi melalui kameranya
Sumber:Modul lab fotografi Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar